Minggu, 18 Juli 2010

Bakrie 7 Angkat Bicara Soal Dana Misterius di Bank Capital

Jakarta - Kisruh dana misterius Bakrie 7 sebesar Rp 6,884 triliun di PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) sepertinya akan segera menghilang seperti kastil pasir yang hancur digaruk ombak yang melipir.

Isu sederhana soal kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan yang terlalu dibesar-besarkan dan tidak berdampak material ini, boleh jadi hanya menjadi umpan untuk semakin memojokkan suatu kelompok politik tertentu.

Maklum, bisnis usaha Bakrie memang kental nuansa politis lantaran bosnya memang salah seorang tokoh senior di dunia politik.

Seperti diketahui, berdasarkan laporan keuangan triwulan I-2010 seluruh emiten grup Bakrie alias Bakrie 7 tercatat memiliki deposito berjangka di BACA sebesar Rp 9,055 triliun. Berikut rinciannya:


  1. PT Bakrie Brothers Tbk (BNBR) senilai Rp 3,758 triliun.
  2. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) senilai Rp 3,504 triliun.
  3. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) senilai Rp 1,136 triliun.
  4. PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) senilai Rp 202,280 miliar.
  5. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) senilai Rp 254,301 miliar.
  6. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) senilai Rp 9,998 miliar (US$ 1,099 juta).
  7. PT Darma Henwa Tbk (DEWA) senilai Rp 191,398 miliar (US$ 21,055 juta).

Sebagai catatan, laporan keuangan BUMI dan DEWA menggunakan acuan mata uang dolar AS. Namun deposito BUMI sebesar US$ 1,099 juta dan DEWA sebesar US$ 21,055 juta ditempatkan dalam denominasi rupiah di BACA.

Kurs yang digunakan BUMI dan DEWA dalam laporan keuangan triwulan I-2010 adalah sebesar Rp 9.090/US$, sehingga diperoleh angka deposito BUMI sebesar Rp 9,998 miliar sedangkan DEWA sebesar Rp 191,398 miliar. Keduanya masuk dalam pos deposito berjangka rupiah BACA.

Dengan posisi deposito berjangka sebesar Rp 9,055 triliun, maka seharusnya dalam laporan keuangan triwulan I-2010 BACA juga tertera setidaknya ada angka deposito berjangka sebesar Rp 9,055 triliun. Belum kalau ada nasabah lainnya, jumlahnya seharusnya lebih besar dari Rp 9,055 triliun.

Namun anehnya, BACA hanya mencatat posisi deposito berjangka rupiah sebesar Rp 2,171 triliun dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) BACA sebesar Rp 2,694 triliun. Kalau memang demikian adanya, berarti ada selisih yang "hilang" sebesar Rp 6,884 triliun.

Masalah ini sempat mengambil perhatian publik dan mendorong munculnya berbagai interpretasi yang sarat dengan tudingan negatif.

Gerah dengan bias tudingan nan liar itu, manajemen Bakrie 7 pun akhirnya angkat bicara soal kisruh dana misterius sebesar Rp 6,884 triliun ini.

BNBR

Manajemen BNBR menjelaskan bahwa angka deposito berjangka di BACA sebesar Rp 3,758 triliun itu bukanlah milik perseroan, melainkan hasil pencatatan konsolidasian dari anak-anak usahanya.

“Perseroan tidak memiliki deposito yang tersimpan di BACA,” ujar Direktur BNBR, R.A Sri Dharmayanti dalam keterangannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (15/7/2010).

Meski perseroan enggan membeberkan detilnya, namun menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Eddy Sugito usai bertemu manajemen BNBR pada Selasa 13 Juli 2010, sebagian besar angka tersebut berasal dari deposito berjangka milik PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), salah satu anak usahanya.

UNSP

Dalam laporan keuangan UNSP periode triwulan I-2010 tertulis adanya penempatan dana deposito di BACA sebesar Rp 3,504 triliun. Menurut Direktur UNSP, Harry M Nadir, perseroan memang sempat menaruh dananya di BACA.

“Penempatan deposito di bank (BACA) dilakukan antara Februari hingga Maret 2010,” ujar Harry.

Harry mengatakan, dana tersebut berasal dari penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue yang dilakukan beberapa waktu lalu.

UNSP telah menerbitkan 9,47 miliar saham baru pada harga Rp 525 per saham dengan total nilai Rp 4,97 triliun dengan pembeli siaga (standby buyer) PT Danatama Makmur.

Menurutnya, penempatan dana Rp 3,504 triliun di BACA itu dilakukan oleh Danatama pada 20 Maret 2010 yang memang menunjuk bank tersebut sebagai tempat menaruh dana aksi korporasi UNSP.

“Nah, seluruh dana ini sudah kami tarik lagi dari BACA pada 31 Maret 2010,” jelasnya.

Permasalahannya, perinarikan dana dilakukan bertepatan dengan akhir laporan keuangan triwulanan. Di satu sisi, BACA telah mencatat penarikan dana tersebut, di sisi lain UNSP tengah dalam proses penarikan dana tersebut.

UNSP pun baru menerima laporan hasil penarikan dana tersebut pada awal April 2010, sehingga dalam laporan keuangan perseroan triwulan I-2010 masih tercatat memiliki deposito berjangka di BACA.

Harry mengatakan, penarikan dana tersebut digunakan untuk membayar serangkaian akuisisi termasuk akuisisi grup Domba Mas dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk modal kerja UNSP dan anak usahanya.

"Ada juga sebagian dana yang kami simpan di sebuah fund di Hongkong yang nilainya kurang dari Rp 1 triliun," paparnya.

Dengan penarikan tersebut, Harry mengatakan kalau UNSP sudah tidak lagi memiliki dana yang ditempatkan di BACA.

ENRG

Pada laporan keuangan triwulan I-2010, perusahaan migas milik grup Bakrie ini juga tercatat memiliki deposito berjangka sebesar Rp 1,136 triliun di BACA. Rupanya, kisah dana tersebut mirip dengan UNSP.

“Jadi dana tersebut hanya parkir sebentar di BACA karena memang pihak pembeli siaga menunjuk bank itu sebagai penempatan dana,” ujar Investor Relations ENRG Herwin Hidayat.

Beberapa waktu yang lalu, ENRG menggelar rights issue sebanyak 26,183 miliar saham di harga Rp 185 per saham. Total dana yang diperoleh perseroan mencapai Rp 4,84 triliun. Danatama dan PT Madani Securities bertindak sebagai pembeli siaga dalam aksi ini.

Dana tersebut digunakan untuk melunasi sebagian utang, modal kerja serta mendanai akuisisi 10% kepemilikan di blok Masela Production Sharing Contract dari INPEX.

“Sebagian sudah kita gunakan untuk membayar utang-utang. Namun sebagian lagi memang ketika itu (triwulan I-2010) masih berada di BACA yaitu sebesar Rp 1,136 triliun,” jelas Herwin.

Nah menurut Herwin, pada akhir Maret 2010, perseroan menarik dana sebesar Rp 1,005 triliun terdiri dari dana sebesar Rp 866 miliar untuk ditempatkan dalam sebuah reksa dana asing yang ditempatkan di Standard Chartered Singapura serta dana sebesar Rp 139 miliar untuk mendanai biaya-biaya awal akuisisi blok Masela.

“Pada 31 Maret 2010, pemindahan dana tersebut masih dalam proses, sehingga di BACA sudah tidak tercatat, sedangkan pada laporan keuangan kami masih tercatat sebagai deposito di BACA,” papar Herwin.

Menurutnya, pada dasarnya tidak ada angka yang berubah dari kas perseroan akibat pemindahan dana tersebut, sehingga tidak ada dampak material pada kinerja perseroan.

“Dana sebesar Rp 866 miliar itu akan digunakan untuk mendanai akuisisi blok Masela. Namun karena proses akuisisi masih berlangsung, kami pindahkan dana tersebut ke produk reksa dana di luar negeri yang memberikan tingkat return yang lebih baik ketimbang bunga deposito,” ungkapnya.

Dengan ditariknya dana sebesar Rp 1,005 triliun tersebut, berarti ENRG masih memiliki dana sebesar Rp 130 miliar dalam deposito BACA.

“Per 31 Maret 2010, memang kita masih punya deposito sebesar Rp 130 miliar disana (BACA). Namun dana itu telah kami gunakan. Per awal Juli 2010, dana kami di BACA hanya tersisa sedikit sekali, hampir tidak ada,” jelasnya.

Herwin menjelaskan, posisi terakhir per awal Juli 2010 dari dana hasil rights issue sebesar Rp 4,84 triliun sebagai berikut:


  • Pelunasan sebagian utang sebesar Rp 2,75 triliun.
  • Belanja modal dan modal kerja perseroan dan anak usaha Rp 800 miliar.
  • Pembayaan biaya-biaya rights issue Rp 237 miliar.
  • Biaya awal akuisisi blok Masela Rp 139 miliar.
  • Penempatan dana di reksa dana asing yang disimpan di Standard Chartered Singapura sebesar Rp 866 miliar.

“Sisanya hanya sebesar Rp 47 miliar yang ditempatkan di rekening anak-anak usaha untuk modal kerja. Saya tidak ingat persisnya, tapi dana yang masih ada di BACA termasuk dalam yang Rp 47 miliar itu,” jelasnya.

ELTY

Anak usaha grup Bakrie yang bergerak di sektor properti ini juga tercatat memiliki dana di BACA sebesar Rp 202,280 miliar per 31 Maret 2010. Cerita tentang dana ini berbeda dengan UNSP dan ENRG.

“Memang per 31 Maret 2010 kita punya dana segitu di BACA. Itu dana operasional biasa dari kas internal kita. Kita memang menaruh kas kita di berbagai bank, termasuk BACA,” ungkap Direktur Utama ELTY, Hiramsyah S Thaib.

Hiramsyah menceritakan, hubungan perseroan dengan BACA bersifat biasa saja selayaknya dengan bank-bank lain tempat perseroan menempatkan dana. Hanya saja, perkenalan ELTY dengan BACA terjadi ketika beberapa tahun lalu ELTY menggelar rights issue yang ditangani oleh Danatama.

“Dulu kita pernah rights issue dan memang dananya ditempatkan kesana (BACA) oleh Danatama,” jelas Hiramsyah.

Namun kini, lanjut Hiramsyah, dana perseroan di BACA hanya tersisa sedikit dalam hitungan miliaran rupiah saja, tidak sampai ratusan miliar.

“Kan selama triwulan II-2010 memang kita gunakan untuk operasional. Saya tidak ingat persisnya, tapi sangat sedikit sekali kok sisanya,” ujar Hiramsyah.

BTEL

Perusahaan telekomunikasi milik grup Bakrie yang segera mengawinkan Esia dengan Flexi milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) ini juga tercatat memiliki dana sebesar Rp 254,301 miliar di BACA per 31 Maret 2010.

“Itu dana operasional biasa saja kok. Memang BACA juga menjadi salah satu bank tempat kita taruh dana. Posisi sekarang saya harus cek lagi, tapi memang masih ada disana,” jelas Direktur Keuangan BTE, Jastiro Abi.

Abi juga mengaku kalau perkenalan BTEL dengan BACA terjadi melalui Danatama. Pada tahun 2008, BTEL menggelar rights issue sebanyak 8,638 miliar saham di harga Rp 350 dengan total nilai Rp 3,023 triliun. Danatama menjadi pembeli siaga aksi korporasi ini.

“Ya memang dulu ketika kita rights issue, Danatama memilih penempatan dana di BACA. Tidak ada masalah juga, kita sekarang juga masih taruh sebagian dana operasional disana,” ujarnya.

BUMI

Perusahaan batubara thermal milik grup Bakrie ini juga tercatat memiliki dana di BACA sebesar US$ 1,099 juta atau dengan kurs yang digunakan BUMI pada triwulan I-2010 sebesar Rp 9.090/US$ adalah sebesar Rp 9,998 miliar.

Nilai ini tergolong kecil dibandingkan dengan anak-anak usaha BNBR lainnya, sehingga tidak menjadi perhatian publik.

DEWA

Perusahaan kontraktor pertambangan batubara milik BUMI ini juga tercatat memiliki dana di BACA sebesar US$ 21,055 juta atau dengan kurs yang digunakan DEWA sebesar Rp 9.090/US$ menjadi sebesar Rp 191,398 miliar.

Untuk kontraktor batubara yang satu ini, detikFinance belum berhasil mendapatkan konfirmasi mengenai detil asal usul dana tersebut. Namun sumber detikFinance mengungkapkan bahwa dana tersebut merupakan bagian dari hasil rights issue perseroan.

Awal 2010, DEWA menggelar rights issue sebanyak 6,243 miliar saham di harga Rp 100 dengan total nilai Rp 624,392 miliar. Danatama menjadi pembeli siaga tunggal dalam rights issue ini.

“Penempatan dana DEWA di BACA juga diperkenalkan oleh Danatama ketika rights issue awal tahun ini,” ujar sumber tersebut.

Sayangnya, sumber tersebut tidak mengetahui detil posisi dana yang ditempatkan DEWA di BACA terkini.

Dana Riil Bakrie 7 di Bank Capital

Dengan penjabaran di atas, berarti kisruh riuh soal adanya dana misterius Bakrie 7 di BACA sebenarnya hanya persoalan sederhana yang terlalu dibesar-besarkan. Kenyataannya, dana Bakrie 7 di BACA tidak sebesar yang diduga.

Berikut posisi dana Bakrie 7 yang sebenarnya di BACA per 31 Maret 2010:


  • BNBR : tidak ada.
  • UNSP : tidak ada.
  • ENRG : Rp 130 miliar.
  • ELTY : Rp 202,280 miliar.
  • BTEL : Rp 254,301 miliar.
  • BUMI : Rp 9,998 milliar.
  • DEWA : Rp 191,398 miliar

Totalnya sebesar Rp 787,977 miliar, jauh di bawah posisi deposito berjangka BACA yang sebesar Rp 2,171 triliun dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) BACA sebesar Rp 2,694 triliun.

Kesimpulannya, tidak ada dana misterius triliunan rupiah seperti yang dikira sebelumnya.

Meskipun ada persoalan pencatatan dalam laporan keuangan triwulan I-2010 antara Bakrie 7 dengan BACA, namun itu lebih bersifat teknis bukan suatu hal yang berdampak signifikan pada perseroan.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito pun mengaku sudah menduga kalau persoalan ini hanya masalah teknis semata. Usai memanggil manajemen BNBR pada 13 Juli 2010, ia mengatakan kalau BEI tidak bicara pada tingkat sanksi.

“Menurut mereka seperti itu. Dari awal kita sudah paham. Kita bukan dalam kondisi, menetapkan sanksi,” jelas Eddy.

Lantas apa tujuan digelontorkannya isu ini?

Danatama dan Bank Capital

Selain persoalan selisih pencatatan di laporan keuangan, publik tampaknya juga menyoroti alasan grup Bakrie menempatkan dana triliunan rupiah di BACA yang tergolong bukan bank besar.

Jika melihat penuturan masing-masing manajemen Bakrie 7, kelihatannya peran Danatama sangat besar dalam pemilihan BACA sebagai fasilitator penempatan dana aksi-aksi grup Bakrie.

Menurut sumber detikFinance, Danatama memang memiliki kedekatan hubungan dengan pemilik BACA. Danny Nugroho, pemilik terbanyak saham (21,70%) BACA yang sekaligus menjabat sebagai Komisaris Utama BACA disebut-sebut dekat dengan bos-bos Danatama.

Sebagai catatan, pada 5 Februari 2010, Danatama memfasilitasi penjualan 23,6% saham BACA kepada investor pembeli yang difasilitasi oleh PT Pacific Capital.

Harga transaksi dilakukan pada Rp 46 per saham, lebih rendah Rp 44 (48,88%) dari harga penutupan BACA di pasar reguler hari sebelumnya (4 Februari 2010) sebesar Rp 90 per saham. Total nilai transaksi hanya sebesar Rp 49,22 miliar.

Sayangnya, baik manajemen Danatama maupun BACA belum dapat dihubungi untuk mengkonfirmasi hal ini.

http://www.detikfinance.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar